Gaduh UNBK, FSGI Bilang Mendikbud Tak Cukup Hanya Minta Maaf, Lalu?


Tak hanya dunia politik, jagat pendidikan kita juga tak luput dari kegaduhan. Belakangan ini yang sedang memanas adalah sulitnya soal Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) SMA yang berlangsung pada 9-12 April 2018 yang lalu. Akun Instagram Kemendikbud @kemdikbud.ri pun diserbu para pejuang zaman “now” untuk menumpahkan kekesalannya.

Terkait dengan sulitnya soal UNBK SMA tersebut, Mendikbud Muhadjir Effendy sudah meminta maaf karena menaikkan tingkat kesulitan soal UNBK 2018 dengan menerapkan high order thinking skills (HOTS). Namun, Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menilai permintaan maaf tidak cukup tanpa disertai evaluasi menyeluruh atas soal-soal UNBK (jpnn.com, 15 April 2018).

Pernyataan Wasekjen FSGI ada benarnya. Meski tidak menjadi penentu kelulusan, perolehan nilai UNBK menjadi salah satu penentu nasib masa depan generasi zaman “now”. Semakin tinggi nilai UNBK, peluang untuk diterima di perguruan tinggi favorit makin terbuka. Kini, dengannya sulitnya nilai UNBK, peluang untuk diterima di perguruan tinggi yang diinginkan makin tertutup. Dalam situasi demikian, sangat wajar apabila para pejuang zaman milenial ini protes kepada Mendikbud.

Mendikbud boleh saja berdalih bahwa sulitnya soal UNBK lantaran level kesulitannya dinaikkan menjadi soal yang menuntut cara berpikir tingkat tinggi model HOTS. Namun, soal berlevel HOTS seharusnya tidak boleh mengabaikan kisi-kisi yang telah ditetapkan sendiri oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Banyak yang menduga, soal berlevel HOTS yang dianggap membuat soal UN jadi sulit lantaran hanya dijadikan alasan pembenar dari pihak Kemendikbud akibat kelalaian mereka dalam mengemas soal-soal UNBK yang berkualitas. Kalau dugaan ini benar, berapa juta generasi zaman “now” yang harus menjadi korban akibat kebijakan yang salah urus? ***

 

Tinggalkan komentar